Jakarta|swapnewsjkt– Nama La Ode Litao kembali menjadi sorotan publik setelah Polda Sulawesi Tenggara resmi menetapkannya sebagai tersangka kasus pembunuhan yang terjadi pada 2014 silam. Kasus yang sempat membuat Litao berstatus daftar pencarian orang (DPO) selama hampir 11 tahun itu mencuat ke publik ketika ia sudah dilantik sebagai anggota DPRD Wakatobi periode 2024–2029.
Saat dikonfirmasi wartawan, Litao memilih bersikap singkat. “Itu kasus lama,” Ujarnya singkat. “Saya koordinasi dengan kuasa hukum dahulu. Nanti berkabar lagi, saya sedang sibuk,” lanjutnya ketika ditanya soal status tersangkanya. Pernyataan itu menjadi respons pertama Litao sejak kasusnya kembali disorot publik.
Kuasa hukumnya, Tony Hasibuan, menegaskan polisi tidak bisa sembarangan menetapkan Litao sebagai tersangka. “Polisi harus menunjukan bukti forensik. Kalau hanya dokumen administratif, itu tidak bisa dijadikan dasar tuduhan,” katanya, sembari menegaskan asas praduga tak bersalah tetap melekat pada kliennya.
Sementara itu, pihak Hanura menyatakan proses pendaftaran Litao sebagai caleg sebelumnya telah memenuhi syarat administrasi. “DPC Wakatobi menerima karena semua berkas pendaftarannya terpenuhi, termasuk SKCK dari polisi. Terbukti SKCK dari polisi juga keluar dan tidak ada masalah internal partai sehingga kami anggap clear status hukumnya,” kata Ketua DPD Hanura Sultra, Fajar Ishak.
Polda Sultra, melalui Kabid Humas Kombes Pol Iis Kristian, membenarkan penetapan Litao sebagai tersangka. “Iya, sudah kita tetapkan sebagai tersangka,” tegasnya. Ia juga mengakui adanya kelalaian aparat saat menerbitkan SKCK untuk Litao. “Dari hasil audit internal, ditemukan ada kelalaian dalam penerbitan SKCK. Petugas tidak mencantumkan status DPO sehingga dokumen tetap terbit,” ujarnya. Atas temuan itu, Polda memberi sanksi kepada petugas yang lalai dan membatalkan kelanjutan pendidikan perwiranya.
Polda Sulawesi Tenggara akhirnya merilis sosok polisi yang mengeluarkan SKCK bagi Litao. Adalah Aiptu S, yang akhirnya juga harus menerima sanksi. Aiptu S kini harus didemosi jabatan selama 3 tahun lamanya. Demosi adalah tindakan penurunan jabatan seseorang ke posisi yang lebih rendah, yang dapat disebabkan oleh kinerja buruk atau sebagai sanksi disiplin karena pelanggaran aturan. Selain mendapatkan demosi, Aiptu S juga batal sekolah perwira polisi di Sekolah Inspektur Perwira Polri (SIP).
Berdasarkan penelusuran tim Swapnews.co.id, Aiptu S sebelumnya bertugas sebagai Pelayanan Administrasi (Yanmin) Reskrim (Reserse Kriminal) Polres Wakatobi. Kini Aiptu S bertugas di Polres Buton Utara, Polda Sulawesi Tenggara. S memiliki pangkat Ajun Inspektur Polisi Satu alias Aiptu. Pangkat ini tergolong bintara tinggi di Kepolisian Republik Indonesia. Aiptu memiliki lambang kepangkatan berupa 2 balok perak bergelombang di pundaknya.
Kini akibat buntut kasus SKCK milik Litao yang merupakan tersangka pembunuhan sekaligus seorang buronan yang sudah 11 tahun lamanya belum berhasil ditangkap, jabatan Aiptu S didemosi selama 3 tahun.
(B/N)