Swapnews.co.id – Investigasi Eksklusif
Mick Jagger, bagi sebagian besar orang, hanyalah simbol sex, drugs, and rock ‘n’ roll. Gerakan panggungnya yang liar, bibir tebal yang jadi ikon, dan suara khas yang memimpin Rolling Stones selama lebih dari enam dekade membuatnya dijuluki “the greatest frontman of all time”. Namun, di balik sorotan lampu panggung, ada wajah lain Jagger yang jarang disentuh media: seorang eksekutif bisnis licin, pengendali narasi publik yang nyaris sempurna, sekaligus sosok yang penuh rahasia.
Pelarian Pajak yang Mengubah Sejarah Rock
Awal 1970-an, Inggris menerapkan pajak penghasilan yang mencekik. Untuk musisi rock yang hidupnya bergantung pada tur dan royalti, angka itu bisa menghapus kekayaan dalam sekejap. Di titik inilah Mick Jagger menunjukkan insting bisnisnya. Ia membujuk Rolling Stones hengkang dari tanah kelahiran mereka, menetap di Prancis, dan merekam album Exile on Main St. di villa mewah di Villefranche-sur-Mer.
Banyak fans hanya mengenang album itu sebagai mahakarya, tetapi sedikit yang menyadari bahwa keputusan tersebut lebih didorong oleh strategi finansial ketimbang artistik. Bersama penasihat pajak, Jagger mendirikan jaringan perusahaan di Belanda, termasuk Promogroup BV, yang mengelola hak cipta dan royalti Stones. Dengan struktur itu, jutaan dolar bisa disalurkan melalui jalur “ramah pajak”.
Seorang mantan manajer tur pernah berkata dalam wawancara, “Keith Richards ingin bermain gitar. Mick? Ia ingin memastikan gitar itu menghasilkan uang sebanyak mungkin.”
Operasi Jantung yang Jadi Proyek PR
Pada 2019, kabar mengejutkan muncul: Mick Jagger harus menjalani operasi katup jantung di New York. Dunia sontak panik, media global melaporkan kemungkinan tur dibatalkan, bahkan spekulasi soal akhir karier Stones mulai beredar.
Namun, beberapa minggu setelah prosedur medis berisiko tinggi itu, Jagger memposting video dirinya menari di studio. Dengan gesit, tanpa tanda sakit, ia menepis semua keraguan. Publik melihat mukjizat, tetapi bagi orang dalam, itu adalah operasi PR kelas dunia: mengubah potensi krisis menjadi narasi kebangkitan.
Dalam industri yang penuh gosip dan rumor, Jagger berhasil mengontrol pesan. Ia tidak membiarkan kata “lemah” melekat pada dirinya, bahkan di usia 76 tahun saat itu.
Cinta, Anak, dan Properti Rahasia
Sejarah asmara Jagger panjang dan penuh kontroversi: dari Marianne Faithfull, Bianca Jagger, Jerry Hall, L’Wren Scott, hingga pasangan terkini yang jauh lebih muda. Ia memiliki delapan anak dari lima perempuan berbeda. Gambaran umum menyebutnya playboy tak terkendali.
Namun investigasi ke properti yang ia miliki menunjukkan pola tersembunyi. Jagger kerap membeli rumah atau apartemen khusus untuk pasangan dan anak-anaknya, bukan hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai benteng privasi. Dengan cara ini, keluarganya terlindung dari paparazi, dan dinamika internal jarang terungkap ke publik.
Meski begitu, rahasia kadang terancam bocor. Setelah L’Wren Scott meninggal tragis pada 2014, gugatan hukum terkait warisan dan harta hampir membuka detail finansial Jagger. Namun, penyelesaian dilakukan secara tertutup, memastikan dokumen sensitif tidak pernah menjadi konsumsi media.
Memoar yang Tak Pernah Terbit
Banyak penerbit besar menawar jutaan dolar agar Jagger menulis memoir. Namun ia menolak, bahkan setelah sempat menulis draft setebal ratusan halaman. Alasannya? Menurut Jagger, kisah masa lalu tidak menarik, tetapi bagi orang dekatnya, alasan sebenarnya adalah kontrol.
Memoar berarti membuka rahasia, baik tentang kehidupan pribadi, hubungan dengan Richards, maupun strategi bisnis di balik layar. Menjaga semua itu tetap terkunci jauh lebih bernilai dibanding honor menulis.
Hubungan Rumit dengan Keith Richards
Mick Jagger dan Keith Richards dikenal sebagai “Glimmer Twins”, duet yang menghasilkan ratusan lagu. Tetapi di balik kemitraan itu, tensi tak pernah reda. Richards kerap mengeluhkan Jagger terlalu fokus pada uang dan citra, bahkan menyebutnya “Your Majesty” dalam nada sinis.
Namun, sejarah membuktikan bahwa insting Jagger menjaga band tetap relevan. Ketika Richards ingin mempertahankan suara rock klasik, Jagger mendorong eksperimen: dari nuansa disco di Miss You hingga kolaborasi dengan artis muda di era 2000-an.
Bagi Richards, itu kompromi. Bagi Jagger, itu strategi bertahan hidup di industri yang cepat berubah.
Pengendali Narasi Media
Satu hal yang jarang disorot adalah betapa lihainya Jagger mengatur media. Ia jarang memberi wawancara panjang tanpa kendali, lebih sering menggunakan juru bicara atau rilis resmi. Bahkan ketika ia tersandung skandal, berita besar cenderung meredup cepat.
Contoh paling jelas adalah saat Rolling Stones menghadapi tuntutan hukum di beberapa negara terkait hak cipta. Nama Jagger selalu muncul sekilas, tetapi tidak pernah tenggelam dalam kontroversi. Ia tahu kapan harus berbicara, kapan harus diam, dan kapan harus mengalihkan isu dengan tur baru atau lagu baru.
Tubuh yang Dijaga Seperti Mesin
Di usia lebih dari 80 tahun, Jagger masih bisa berlari di panggung, melompat, dan menari selama dua jam penuh. Itu bukan kebetulan. Ia menjalani diet ketat, olahraga rutin, meditasi, hingga latihan balet. Seorang instruktur kebugaran pernah menyebut, “Tubuh Mick diperlakukan seperti Ferrari—tidak pernah dibiarkan rusak.”
Disiplin ini adalah bagian dari narasi besar: Mick Jagger bukan sekadar rockstar, ia adalah brand global yang harus terus beroperasi.
Kesimpulan Investigatif
Mick Jagger adalah paradoks hidup. Di panggung, ia liar, sensual, seakan tak terkendali. Namun di balik layar, ia seorang perencana matang, pengendali narasi, sekaligus mastermind bisnis yang menjadikan Rolling Stones bukan hanya band, melainkan korporasi musik paling menguntungkan di dunia.
Rahasia kehebatannya bukan hanya karisma atau bakat musik, melainkan kemampuannya menjaga misteri. Semakin banyak publik penasaran, semakin besar legenda itu tumbuh.
Bagi dunia, Mick Jagger adalah ikon rock. Bagi mereka yang mengenalnya lebih dekat, ia adalah institusi dengan perhitungan bisnis yang nyaris tak pernah salah.
(P/A)