JAKARTA. swapnews.co.id – Masalah Kesehatan mental pada laki-laki memang sering diabaikan. Di masyarakat berkembang steriotipe “toxic masculinity” yang berarti laki-laki tidak boleh cengeng, harus kuat, dan tidak boleh terlihat lemah. Hal ini membuat pria takut dinilai ‘cengeng’ jika berbicara tentang masalah mental.
Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2022 menyebutkan bahwa 1,44 juta laki-laki di Indonesia mengaku mengalami gangguan kesehatan mental. Dari jumlah itu, 26 persennya adalah laki-laki pekerja yang merasakan depresi, tidak berguna, burnout, bahkan krisis makna hidup.
Menurut WHO (2021), keinginan laki-laki yang mengalami depresi untuk mencari bantuan hanya sebesar 30–40%. Hampir 75% dari total kasus bunuh diri di dunia adalah laki-laki.
Tingginya masalah kesehatan mental juga terlihat dari risiko bunuh diri. Percobaan atau aksi bunuh diri lebih banyak dilakukan oleh laki-laki. Data Global Burden of Disease 2021 menunjukkan, dari 6.544 kasus bunuh diri di Indonesia, sebanyak 5.095 kasus terjadi pada laki-laki.
Budaya maskulinitas sering menuntut laki-laki untuk selalu terlihat tangguh, tidak boleh menangis, tidak boleh rapuh, emosi diabaikan, luka batin disembunyikan dan akhirnya, banyak pria menderita dalam diam.
Emosi yang terus dipendam rentan untuk berkembang menjadi kecemasan dan depresi. Pada kasus yang ekstrem, emosi tersebut bisa memicu pikiran untuk mengakhiri hidup. Jika hal ini berlangsung lama, dapat mengganggu fungsi organ vital dan melemahkan sistem kekebalan tubuh. Tekanan yang terus-menerus dapat memicu penyakit kronis, seperti hipertensi, gangguan jantung, serta masalah pencernaan
Dari sejumlah kasus ditemukan bahwa ketika laki-laki yang tidak memiliki ruang aman untuk mengungkapkan kesedihan, kemarahan, dan kekecewaan bisa meluapkan secara impulsif. Tindakan kriminal yang dilakukan laki-laki dapat berkembang dari tekanan emosional yang tidak terkelola dengan baik.
Anda harus berani meminta bantuan karena kesehatan mental sangat penting serta memengaruhi seluruh aspek kehidupan, seperti kemampuan berpikir, merasakan, dan berperilaku, serta menentukan kualitas hubungan sosial, kinerja akademik, dan kemampuan beradaptasi dengan tantangan hidup. Menjaga kesehatan mental yang baik juga mendukung kesehatan fisik, meningkatkan daya tahan tubuh, dan membantu individu mengeluarkan potensi diri secara penuh untuk hidup yang lebih sehat, produktif, dan bahagia.
Kamu tidak sendirian dan kamu tidak harus bertarung sendiri.
“Your mental health is a priority. Your happiness is an essential. Your self-care is a necessity.” (YSM)