Lombok,23/07/2025 | Swapnews.co.id — Di balik gegap gempita Festival Olahraga Masyarakat Nasional (FORNAS) VIII yang akan digelar di NTB pada 26 Juli–1 Agustus 2025, terdapat satu cabang olahraga yang terus menjadi kontroversi: airsoftgun.
Sebagian masyarakat masih menganggap olahraga ini berbahaya, menyerupai militerisme, dan rawan disalahgunakan. Di sisi lain, komunitas airsoft seperti Airsoft Brotherhood Unity (ABU) justru hadir sebagai peserta resmi di bawah naungan KORMI, lembaga pemerintah yang mewadahi olahraga rekreasi nasional.

Tim Airsoftbali indonesia
“Ini ironis,” kata salah satu pengamat olahraga masyarakat yang enggan disebut namanya. “Di satu sisi, airsoft belum sepenuhnya memiliki regulasi yang tegas sebagai olahraga nasional. Di sisi lain, mereka tampil di ajang resmi negara. Publik berhak bertanya: bagaimana standar keamanannya? Apa payung hukumnya?”
Kontroversi ini semakin tajam ketika publik melihat banyaknya kasus penyalahgunaan replika senjata di masyarakat—bahkan beberapa digunakan dalam tindak kriminal. Meski demikian, para pegiat airsoft bersikukuh bahwa olahraga ini berbeda 180 derajat dari praktik ilegal yang meresahkan masyarakat.
Menurut Ketua ABU RR Bali, Wahyu Akrama Putra, airsoft di Bali telah berjalan dengan standar keamanan tinggi, mulai dari pelatihan basic safety rules, penggunaan pelindung lengkap, hingga edukasi tentang etika penggunaan replika senjata.
“Sejak awal bergabung, semua anggota wajib mengikuti pelatihan reguler tentang keamanan dan prosedur,” ujar Wahyu. “Kami justru menjadi garda terdepan melawan penyalahgunaan airsoft dengan cara membina dan mengarahkan anak muda kepada jalur positif.”
Namun tetap saja, stigma di masyarakat belum sepenuhnya hilang. Terlebih, di tengah kurangnya regulasi yang kuat dari pemerintah pusat, airsoft masih dianggap “abu-abu hukum”, tidak dilarang tapi juga tidak sepenuhnya dilegalkan secara eksplisit.
FORNAS VIII menjadi panggung uji legitimasi olahraga ini. Dengan tampil resmi di bawah INORGA ABU, para pegiat ingin membuktikan bahwa airsoft bisa menjadi olahraga rekreasi yang edukatif, berprestasi, dan mendidik generasi muda — bukan sekadar permainan berbahaya tanpa kontrol.
Masyarakat Bali sendiri memberikan respons beragam. Sebagian mengapresiasi peran ABU RR Bali dalam mengubah citra airsoft menjadi lebih positif. Namun tak sedikit pula yang masih khawatir jika kegiatan ini tidak diimbangi dengan kontrol yang ketat dari aparat dan pemerintah.
Maka muncul pertanyaan besar:
Apakah pemerintah akan menunggu airsoft berkembang sendiri tanpa regulasi, atau justru harus hadir menetapkan aturan tegas sebelum terjadi penyalahgunaan yang lebih luas?
FORNAS VIII NTB bisa menjadi momentum penting — antara pembuktian bahwa airsoft bisa diatur dan dibina, atau peringatan dini bahwa olahraga ekstrem ini butuh pengawasan ketat sebelum terlambat.(F/S)