Menu

Mode Gelap

EKONOMI · 8 Agu 2025 WIB

Ketika Singapura Mengubah Sampah Menjadi Pulau: Sebuah Solusi Cerdas atau Tamparan Bagi Negara Lain?


					Ketika Singapura Mengubah Sampah Menjadi Pulau: Sebuah Solusi Cerdas atau Tamparan Bagi Negara Lain? Perbesar

semakau, 08/08/2025 | swapnews.co.id – Di tengah hiruk-pikuk isu lingkungan dan krisis sampah global, Singapura sekali lagi muncul sebagai pionir dengan mega proyek yang kontroversial: mengubah sampah menjadi sebuah pulau buatan di laut. Dengan nama Pulau Semakau, proyek ini bukan sekadar upaya pengelolaan sampah biasa, melainkan sebuah pernyataan berani tentang inovasi, keberlanjutan, dan efisiensi yang menjadi cerminan dari etos bangsa Singapura. Namun, di balik keberhasilan ini, muncul pertanyaan krusial yang menampar: mengapa negara-negara dengan sumber daya alam melimpah, seperti Indonesia, masih bergelut dengan masalah sampah yang tak berkesudahan?

Pulau Semakau adalah bukti nyata bahwa keterbatasan geografis dapat memicu lahirnya ide-ide revolusioner. Sebagai negara kecil dengan luas daratan terbatas, Singapura tidak punya pilihan selain mencari solusi radikal untuk menampung 8.000 ton sampah yang mereka produksi setiap hari. Melalui teknologi canggih, sampah dibakar pada suhu ekstrem hingga menyusut 90% menjadi abu, yang kemudian digunakan sebagai material dasar untuk membangun pulau. Hebatnya, proyek ini diklaim berhasil tanpa mencemari lingkungan, berkat sistem pemantauan air dan udara 24/7.

Keberhasilan Singapura ini menjadi kontras yang menyakitkan jika dibandingkan dengan kondisi pengelolaan sampah di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Di saat Singapura mengubah sampah menjadi sumber daya, banyak kota di Indonesia masih mengandalkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang rentan longsor, mencemari air, dan memicu bencana ekologi. Pulau Semakau bukan hanya sebuah infrastruktur, tetapi juga sebuah sindiran tajam. Ini adalah cerminan dari kedisiplinan, perencanaan matang, dan investasi teknologi yang seringkali luput dari prioritas kebijakan di negara lain.

Pertanyaannya, apakah mega proyek seperti ini bisa diterapkan di Indonesia? Jawabannya tidak hanya bergantung pada teknologi atau dana, melainkan pada kemauan politik dan kesadaran kolektif. Pulau Semakau adalah produk dari sebuah ekosistem yang kohesif—pemerintah yang visioner, masyarakat yang disiplin, dan industri yang bertanggung jawab. Tanpa fondasi tersebut, proyek serupa hanya akan menjadi angan-angan. Oleh karena itu, kisah Pulau Semakau bukan hanya tentang kehebatan teknologi, tetapi juga tentang kegagalan kita dalam membangun fondasi sosial dan politik yang sama kuatnya. Ini adalah sebuah cermin yang memaksa kita untuk melihat ke dalam: apakah kita benar-benar serius menghadapi krisis sampah, atau hanya akan terus tenggelam dalam tumpukan masalah yang tak berujung?

Artikel ini telah dibaca 13 kali

badge-check

Jurnalis

Baca Lainnya

Swift Membantai Objective-C: Revolusi iOS 2025 yang Mengancam Developer Lama!

7 Oktober 2025 - 02:41 WIB

Bahasa pemrograman iOS 2025, dominasi Swift, kejatuhan Objective-C, dan kebangkitan Flutter serta React Native dalam ekosistem Apple.

AI Membunuh Bahasa Pemrograman? Python Bertahan, JavaScript Terpuruk di 2025!

7 Oktober 2025 - 01:58 WIB

Bahasa pemrograman 2025, dominasi Python, kejatuhan JavaScript, dan ancaman AI terhadap coding tradisional.

Internet Indonesia Termasuk Termahal di Dunia! Warga Bayar Mahal Demi Koneksi yang Tak Selalu Cepat

6 Oktober 2025 - 05:11 WIB

Tarif internet Indonesia 2025

Biznet Gio Tantang Raksasa Global! Luncurkan “NEO GPU” & “NEO Inference” untuk Dominasi Ekosistem AI Nasional!

6 Oktober 2025 - 04:56 WIB

Biznet Gio AI Services NEO GPU NEO Inference

WA Anda Mungkin Sudah Disadap! Ini 6 Tanda Bahayanya yang Sering Diabaikan

6 Oktober 2025 - 01:11 WIB

Tanda WhatsApp disadap dan cara melindungi akun dari peretas

Wi-Fi 7 Pertama di Indonesia Resmi Meluncur di Bali, Internet Sekencang Roket!

6 Oktober 2025 - 00:51 WIB

Peluncuran Wi-Fi 7 Pertama di Indonesia
Trending di BALI