Lamongan, Swapnews.co.id – Kebebasan pers kembali menghadapi ujian serius di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Seorang pria berinisial RM dilaporkan ke Polres Lamongan atas dugaan menghalangi kerja jurnalistik dan melakukan intimidasi terhadap wartawan Surat Kabar Harian (SKH) Memorandum, Syaiful Anam.
Peristiwa ini terjadi pada Senin, 15 September 2025, di area belakang Plaza Lamongan. Dalam pertemuan tersebut, RM diduga mendesak Syaiful agar menurunkan berita bertajuk “Program Chromebook Dinas Pendidikan Lamongan Juga Tercium Aroma Dugaan Korupsi” yang telah dipublikasikan di portal Memorandum.disway.id.
Tidak hanya itu, RM yang dengan lantang mengaku sebagai “eksekutor wilayah Jawa Timur”, juga diduga melontarkan ancaman serius terhadap keselamatan Syaiful.
“Dia mengancam akan melakukan eksekusi di jalan jika berita itu tidak diturunkan,” ujar Syaiful saat dikonfirmasi pada Sabtu (4/10/2025).
Ketegangan meningkat ketika RM datang bersama seorang rekannya berinisial ZL, yang tanpa izin memotret jalannya pertemuan dan menyebarkan foto tersebut ke pihak lain sebelum akhirnya dihapus.
Syaiful menegaskan bahwa dirinya hanya menjalankan tugas jurnalistik sesuai Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kami tidak pernah melakukan take down berita tanpa dasar. Bila ada pihak yang keberatan, silakan menggunakan hak jawab atau mengajukan keberatan ke Dewan Pers,” tegasnya.
Dalam laporan resminya ke Polres Lamongan, Syaiful menyertakan sejumlah bukti, antara lain:
-
Surat tugas dan kartu identitas wartawan
-
Rekaman percakapan WhatsApp dengan RM
-
Foto saat kejadian
-
Keterangan saksi di lokasi
Yang lebih mengejutkan, RM juga disebut sempat menyombongkan diri pernah “mengambil wartawan dan LSM, memasukkannya ke dalam karung, lalu dibuang ke sungai atau hutan.”
“Ini bukan sekadar ancaman pribadi, tapi bentuk intimidasi terhadap kebebasan pers yang dijamin konstitusi,” tegas Syaiful.
Jika terbukti, RM dapat dijerat dengan Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang mengancam hukuman penjara hingga dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta bagi siapapun yang dengan sengaja menghalangi kegiatan jurnalistik.
Syaiful berharap kepolisian memproses laporan ini secara profesional dan transparan agar tidak menjadi preseden buruk bagi iklim kebebasan pers di daerah.
“Jangan ada pembiaran. Jika hal seperti ini dibiarkan, maka jurnalis di lapangan akan selalu bekerja di bawah bayang-bayang ketakutan,” ujarnya menegaskan.
Kasus ini memantik gelombang keprihatinan dari komunitas jurnalis di Lamongan. Mereka menilai tindakan RM merupakan serangan terhadap kemerdekaan pers dan integritas profesi wartawan.
“Kami berharap aparat penegak hukum berpihak pada kebenaran dan konstitusi, bukan pada tekanan atau kekuasaan,” tutup Syaiful.
Dikutip dari : Beritakeadilan.com
(Redaksi Swapnews.co.id)