Oleh Redaksi Swapnews.co.id
Mitos yang Terlanjur Dipercaya
Setiap kali kata reggae disebut, satu nama yang paling cepat muncul di benak hampir semua orang di dunia adalah Bob Marley. Rambut gimbal, suara serak penuh emosi, dan pesan perdamaian yang mendunia menjadikannya ikon budaya global. Namun, apakah Marley benar-benar pencipta reggae? Ataukah kita selama ini hanya mengonsumsi versi sejarah yang sudah “dikemas ulang” oleh industri musik global?
Seperti banyak cerita besar, sejarah reggae ternyata penuh mitos, narasi yang sengaja disederhanakan, dan fakta-fakta yang dikaburkan. Dalam investigasi ini, Swapnews.co.id menelusuri jejak awal musik reggae: siapa musisi pertama, bagaimana reggae lahir, dan mengapa ada begitu banyak sisi gelap yang jarang diketahui dunia.
Jamaika Pasca-Kolonial – Tanah Subur untuk Lahirnya Reggae
Untuk memahami reggae, kita harus kembali ke Jamaika tahun 1950-an dan 1960-an, periode transisi penuh gejolak setelah negeri itu meraih kemerdekaan dari Inggris pada 1962.
-
Ketidaksetaraan Sosial – Sebagian besar penduduk kulit hitam hidup dalam kemiskinan, sementara elit kecil kulit putih dan mulatto menguasai tanah serta ekonomi.
-
Urbanisasi Cepat – Kingston, ibukota Jamaika, menjadi magnet bagi pendatang desa yang mencari pekerjaan. Mereka tinggal di ghetto padat seperti Trenchtown.
-
Ketegangan Politik – Dua partai besar (PNP dan JLP) sering menggunakan geng jalanan sebagai alat kekerasan politik. Kekerasan bersenjata menjadi keseharian.
Di tengah kondisi itu, musik lahir sebagai media pelarian sekaligus perlawanan.
Dari Ska ke Rocksteady – Pondasi yang Sering Dilupakan
Sebelum ada reggae, Jamaika mengenal ska pada akhir 1950-an. Ska lahir dari perpaduan mento (musik rakyat Jamaika) dengan jazz dan rhythm & blues Amerika.
-
The Skatalites menjadi pionir dengan gaya tiupan trompet dan saksofon yang energik.
-
Awal 1960-an, tempo ska melambat, menjadi rocksteady – lebih berat pada vokal, harmoni, dan lirik cinta.
Rocksteady inilah yang menjadi jembatan menuju reggae. Namun, narasi global sering melompati bagian ini, seolah-olah reggae lahir begitu saja bersama Marley.
“Do the Reggay” – Lagu yang Menamai Genre

Toots and the Maytals
Sejarah mencatat: Toots and the Maytals adalah band pertama yang menggunakan kata reggay dalam lagu mereka “Do the Reggay” (1968).
Frederick “Toots” Hibbert, vokalisnya, berkata dalam wawancara:
“Kami hanya bernyanyi tentang gaya dansa anak muda. Tidak ada yang tahu kata itu akan jadi nama genre musik.”
Fakta ini penting: reggae tidak lahir bersama Marley, melainkan melalui eksperimen musisi Kingston yang mencari identitas baru pasca-rocksteady.
Reggae, Rastafari, dan Politik
Di sinilah reggae menemukan jiwanya. Bukan sekadar musik dansa, reggae segera menjadi bahasa politik dan spiritual, berkat pengaruh gerakan Rastafari.
-
Rastafarianisme lahir awal abad ke-20, terinspirasi oleh tokoh Ethiopia, Haile Selassie I, yang dianggap sebagai Mesias Hitam.
-
Nyabinghi Drumming – pola tabuhan ritual Rastafari masuk ke dalam reggae, memberi nuansa “ritual perlawanan”.
-
Lirik reggae kemudian dipenuhi seruan anti-kolonial, kritik terhadap ketidakadilan, dan pesan spiritual.
Inilah fondasi yang membuat reggae berbeda dengan genre lain.
Bob Marley – Ikon, Bukan Pencipta
Marley memang bukan pencipta reggae, tapi dialah yang membuatnya mendunia. Bersama The Wailers (Peter Tosh, Bunny Wailer), Marley menggabungkan lirik perlawanan dengan melodi yang mudah diterima telinga internasional.
Namun, ada fakta yang jarang dibicarakan:
-
Dukungan Politik & Industri – Pemerintah Jamaika era Michael Manley melihat reggae sebagai alat diplomasi budaya. Marley dipromosikan sebagai wajah resmi Jamaika di panggung dunia.
-
Seleksi Pasar Global – Banyak musisi reggae lain seperti Burning Spear, Culture, atau Black Uhuru yang lebih radikal tidak dipromosikan oleh label internasional karena dianggap “terlalu politis”.
-
Narasi yang Disederhanakan – Dunia hanya mengenal Marley sebagai “Bapak Reggae”, meskipun ia sendiri mengakui pengaruh Toots, Jimmy Cliff, hingga Desmond Dekker.
Fakta yang Jarang Diketahui Publik
Selain mitos tentang Marley, ada lapisan lain sejarah reggae yang hampir tak pernah diberitakan:
-
Sound System Culture – Sebelum masuk studio, musik dimainkan di pesta jalanan dengan sound system raksasa. Dari sinilah lahir dub dan toasting, yang kelak melahirkan hip-hop di Bronx, New York.
-
Sensor dan Represi – Banyak lagu reggae dibatasi peredarannya karena dianggap menghasut rakyat miskin melawan elit.
-
Bahasa Patois sebagai Senjata – Lirik reggae sering penuh slang Jamaika yang sulit dipahami orang luar, digunakan untuk menghindari represi politik.
-
Reggae sebagai Jaringan Global – Imigran Jamaika membawa reggae ke Inggris, Kanada, dan AS, membentuk kultur diaspora yang kelak memengaruhi punk rock (The Clash, The Police) dan elektronik (jungle, drum & bass).
Timeline Singkat Lahirnya Reggae
-
1950-an – Mento dan rhythm & blues jadi dasar.
-
1959 – Ska lahir dengan The Skatalites.
-
1966 – Rocksteady berkembang, fokus pada vokal.
-
1968 – Toots & The Maytals rilis “Do the Reggay” → lahir istilah reggae.
-
1972 – Jimmy Cliff bintangi film The Harder They Come, reggae mulai go internasional.
-
1973 – Bob Marley & The Wailers kontrak dengan Island Records, reggae mendunia.
-
1980-an – Dub & dancehall pecah dari reggae klasik.
-
1990-an–2000-an – Reggae jadi simbol global perlawanan, dari Afrika hingga Asia.
Mengapa Dunia Hanya Ingat Marley?
Jawabannya: industri musik dan politik global. Marley menawarkan wajah “universal” yang bisa diterima Barat – cinta, perdamaian, persatuan – tanpa terlalu menakutkan investor dan politisi.
Sebaliknya, musisi reggae yang terlalu “militan” atau terlalu Jamaika tidak mendapat panggung internasional. Dengan kata lain, sejarah reggae yang dikenal dunia adalah hasil kurasi selektif, bukan representasi penuh.
Warisan yang Terus Hidup
Kini reggae telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia (2018). Dari Kingston ke Tokyo, dari Lagos ke Jakarta, reggae terus hidup. Tapi di balik itu semua, ada kewajiban moral untuk mengingat: reggae bukan milik satu orang, melainkan suara kolektif rakyat Jamaika yang termarginalkan.
Membongkar Mitos
Bob Marley tetaplah legenda, tapi menempatkannya sebagai “pencipta reggae” adalah pengkhianatan terhadap sejarah. Reggae lahir dari penderitaan, spiritualitas, dan kreativitas rakyat miskin Jamaika. Toots Hibbert, The Skatalites, Desmond Dekker, Jimmy Cliff, hingga ratusan musisi tanpa nama, semuanya ikut membangun rumah besar bernama reggae.
Dan mungkin inilah ironi terbesar: Marley adalah pintu masuk dunia, tapi reggae sejatinya lahir jauh sebelum ia mengetuk pintu itu.
(P/A)