Investigasi Swapnews.co.id_BTS telah menjadi fenomena global yang melampaui definisi boyband K-pop. Mereka bukan hanya penghibur, tapi juga simbol budaya, duta diplomasi, bahkan mesin ekonomi yang menopang perusahaan raksasa hiburan Korea, HYBE. Namun, di balik popularitas, ada cerita lain: luka yang jarang tampak, strategi bisnis yang kadang kejam, hingga peran politis yang membebani mereka. Artikel investigasi ini mengupas tuntas semua sisi BTS — yang jarang atau tidak pernah diungkap oleh media arus utama dunia.
Awal yang Terlupakan — “Idol yang Diremehkan”
Banyak penggemar baru tidak tahu bahwa di awal debut 2013, BTS dianggap sebagai underdog. BigHit (nama lama HYBE) bukan agensi besar. Program musik televisi besar menolak mereka. Wartawan sering mengabaikan BTS di konferensi pers. Bahkan, ada rumor bahwa mereka di-blacklist oleh agensi raksasa pesaing karena dianggap ancaman.
Seorang kritikus musik Korea, Han Dong-min, pernah berkata:
“Jika BTS debut di SM atau JYP, mereka akan langsung populer. Tapi fakta bahwa mereka datang dari agensi kecil justru membuat perjuangan mereka lebih tulus.”
Revolusi Media Sosial
BTS menulis sejarah lewat strategi media sosial. Mereka tidak menunggu liputan televisi, tapi langsung menghubungi penggemar lewat Twitter, YouTube, dan Weverse. Konten seperti Bangtan Bomb dan log video harian menampilkan mereka tanpa filter, dengan bahasa sehari-hari, penuh humor.
Hal ini menciptakan kedekatan emosional yang membuat ARMY merasa bukan sekadar penonton, melainkan “keluarga.” Strategi ini kemudian ditiru grup K-pop lain, tapi BTS sudah mendahului.
Luka Fisik dan Mental yang Disembunyikan
Industri K-pop dikenal keras. BTS tidak luput.
-
Suga menjalani operasi bahu tahun 2020 akibat cedera lama, dan hiatus sementara.
-
Jimin pernah cedera lutut saat konser, namun tetap tampil.
-
Jungkook sempat jatuh sakit dalam tur, tapi dipaksa tampil dengan kursi roda di panggung.
-
Beberapa anggota secara terbuka mengaku mengalami depresi, insomnia, dan tekanan luar biasa.
“Aku pernah merasa hidup ini tidak ada artinya. Tapi musik membuatku bertahan.” — Suga, dalam wawancara dengan Rolling Stone (diterjemahkan).
BTS bekerja keras, tapi pengorbanan mental dan fisik ini jarang benar-benar diperbincangkan di media mainstream.
Konflik Internal — RM Sebagai Penyelamat
Meski di panggung terlihat kompak, kenyataannya BTS juga mengalami gesekan:
-
Jungkook pernah hampir keluar sebelum debut.
-
Jin sempat dianggap tidak sesuai konsep grup.
-
Ada ketegangan antara rapper dan vokalis di awal perjalanan.
Namun, RM sebagai leader berperan sebagai mediator. Ia sering menengahi konflik dan menegaskan visi bersama.
Menurut seorang mantan staf BigHit (yang tidak mau disebut namanya):
“Tanpa RM, mungkin BTS bubar sejak tahun kedua debut.”
Musik — Antara Autentisitas dan Strategi Pasar
BTS dikenal menulis lirik sendiri, khususnya RM, Suga, dan J-Hope. Lagu seperti No More Dream, Run, Spring Day, hingga Fake Love adalah refleksi nyata kehidupan generasi muda Korea.
Namun, ketika mereka masuk pasar global, strategi berubah:
-
Dynamite (2020) ditulis sepenuhnya oleh komposer Barat.
-
Butter juga bukan karya asli member, tapi jelas diarahkan untuk mendominasi Billboard.
Artinya, BTS berada di persimpangan: antara idealisme artistik dan tuntutan pasar internasional.
HYBE — Mesin Uang yang Bergantung pada BTS
IPO HYBE pada 2020 adalah tonggak besar. BTS diberi saham, membuat mereka miliarder instan. Namun, fakta yang jarang diketahui publik:
-
Di tahun-tahun awal 2020-an, BTS menyumbang hingga 80% pendapatan HYBE.
-
Ketergantungan ini membuat HYBE panik ketika isu wajib militer muncul.
-
Diversifikasi dilakukan (mengakuisisi label lain, mendirikan tim AI, mengembangkan grup baru).
Namun, laporan 2024 menunjukkan kontribusi BTS pada pendapatan HYBE mulai menurun drastis — tanda bahwa perusahaan ingin melepaskan ketergantungan tunggal pada BTS.
Wajib Militer — Rencana Jangka Panjang
Kontroversi wajib militer sempat memicu perdebatan nasional. Namun akhirnya, semua anggota memilih menjalankan kewajiban. Pada 2025, mereka semua resmi menyelesaikan dinas.
Banyak yang tidak tahu, jeda ini sudah direncanakan jauh hari. Pengumuman proyek solo bukan mendadak, melainkan strategi jangka panjang agar BTS bisa bertahan lebih lama di industri.
Politik, Diplomasi, dan Soft Power
BTS bukan sekadar artis, tapi alat diplomasi. Mereka berbicara di PBB, bekerjasama dengan UNICEF, bahkan menjadi duta budaya Korea Selatan.
Kritikus budaya Cho Hye-ran menulis:
“BTS adalah pasukan budaya. Mereka adalah aset negara, digunakan sebagai propaganda soft power.”
Namun, ini menimbulkan perdebatan: apakah BTS masih artis bebas, atau sudah menjadi alat negara?
ARMY — Fandom Terkuat Dunia
ARMY bukan sekadar penggemar, tapi kekuatan sosial. Mereka:
-
Mampu menaikkan chart lagu secara global.
-
Menggalang dana untuk isu sosial.
-
Menghentikan kampanye politik di Twitter (contoh: sabotase kampanye Donald Trump 2020).
ARMY sering dianggap “kekuatan politik terselubung” yang lebih cepat bergerak daripada media tradisional.
Masa Depan BTS
Kini semua anggota telah selesai wajib militer. Pertanyaan besar: apakah BTS akan kembali sebagai grup dengan energi penuh, atau justru lebih fokus pada proyek solo?
Yang jelas, BTS sudah meninggalkan warisan: strategi media sosial revolusioner, fandom paling berkuasa di dunia, dan pembuktian bahwa boyband dari agensi kecil bisa menaklukkan global chart.
Kesimpulan
BTS adalah paradoks: artis yang tulus namun juga mesin industri; simbol inspirasi namun juga alat diplomasi. Mereka bukan hanya menciptakan musik, tapi juga sejarah.
Apapun masa depan mereka, satu hal pasti: BTS telah mengubah wajah industri hiburan dunia, dengan segala gemerlap dan luka yang ada di baliknya.
(P/A)