Bali, 10/09/2025 | swapnews.co.id – Airbnb bekerja sama dengan UNESCO resmi meluncurkan Bali Cultural Guidebook pada 10 September 2025 di Jendela Bali, Garuda Wisnu Kencana (GWK). Program ini digadang-gadang sebagai upaya merayakan warisan budaya Bali dan memberdayakan tuan rumah lokal sebagai “duta budaya”. Namun, muncul pertanyaan besar: apakah inisiatif ini murni pelestarian budaya, atau justru bentuk komersialisasi warisan demi kepentingan pariwisata global?
Guidebook ini berisi dokumentasi kuliner, kerajinan, tradisi hidup, pura, hingga sistem Subak—warisan dunia UNESCO yang mencerminkan filosofi Tri Hita Karana. Airbnb menyebut 90% wisatawan Asia Pasifik menginginkan pengalaman budaya otentik, dan lewat panduan ini, wisatawan ditawarkan akses lebih dekat ke tradisi masyarakat Bali.
“Perjalanan menjadi bermakna ketika kita terhubung dengan orang dan budaya,” ujar Mich Goh, Director of Public Policy Airbnb Asia Pasifik. Sementara UNESCO menekankan bahwa warisan budaya tidak hanya berupa monumen, tetapi juga praktik kehidupan sehari-hari masyarakat.
Di balik itu, catatan penting muncul: laporan Oxford Economics menunjukkan aktivitas Airbnb di Bali pada 2024 menyumbang Rp17,5 triliun terhadap PDB, mendukung 112.900 lapangan kerja, dan menghasilkan upah Rp3,8 triliun. Angka-angka ini menegaskan peran ekonomi Airbnb, namun juga menimbulkan kontroversi: apakah warisan budaya Bali kini menjadi “aset ekonomi global” yang dikomodifikasi?
Bagi komunitas lokal, panduan ini bisa menjadi peluang—sekaligus tantangan. Apakah tuan rumah benar-benar berdaya sebagai duta budaya, atau sekadar menjadi perpanjangan tangan korporasi raksasa dalam mendistribusikan narasi budaya sesuai kacamata wisatawan?
Swapnews menilai inisiatif Airbnb–UNESCO ini patut diapresiasi, tetapi publik tetap perlu kritis: Bali bukan sekadar destinasi, melainkan tanah hidup dengan nilai-nilai sakral yang tak bisa semata dijadikan “konten” untuk pariwisata digital. (F/S)